Halaman

Rabu, 23 Oktober 2013

Eksistensi Hukum Adat di Indonesia



Oleh : Muhammad Syarif, S.HI.,M.H

Terminologi
Banyak para ahli hukum yang memberikan pendapat dan pemikirannya terkait dengan hukum adat. Ada beberapa diantaranya yang ahli terkait dengan hukum adat antara lain:
Soepomo, mengatakan bahwa hukum adat adalah; hukum yang berasal dari kebudayaan tradisionil, ia merupakan hukum yang hidup, karena mengutamakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat dan sesuai dengan fitrahnya sendiri. Sementara Prof.M.M Jojodigoeno, mengatakan bahwa hukum adat adalah; hukum yang tidak bersumber pada peraturan-peraturan tertulis.
Sementara Prof. Mr. Cornelius van Vollenhoven, mengatakan bahwa hukum adat adalah; hukum yang tidak bersumber pada peraturan-peraturan pemerintah Hindia Belanda atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu. Adajuga yang mengatakan hukum adat adalah hukum yang hidup pada masyarakat setepat (living law), dimana pendapat ini diperkuat oleh Prof. Sacipto Rahardjo atau yang sering dikenal bapak hukum progresif.

Hukum adat merupakan sistem hukum tertua yang berlaku di dalam suatu komunitas masyarakat adat, sehingga seorang filsuf Yunani yang bernama Cicero pernah mengatakan bahwa ”Ibi Societas, Ibi Ius (Dimana ada masyarakat maka disitu ada Hukum)”, hukum akan selalu hadir dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial masyarakatnya dan bukan sebaliknya masyarakat yang mengikuti perkembangan hukum.
Pemberlakuan Hukum Adat di Indonesia
Keberlakuan hukum di suatu negeri selalu terkait dengan politik hukum. Begitu juga halnya dengan eksistensi hukum adat di Indonesia. Adapun dasar penerapan hukum adat di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       TAP MPRS No.II/MPRS/1960
b.       TAP MPR No.IV/MPR/1973
c.       TAP MPR No. II/MPR/1978
d.       TAP MPR No/ II/MPR/1997
Tahun 1975 diadakan seminar tentang “Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional” antara FH-UGM dan BPHN, hasil kesimpulan seminar:
1. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju unifikasi dengan tidak mengabaikan berkembangnya hukum kebiasaan pengadilan dalam pembinaan hukum.
2.   Pengambilan bahan-bahan dari hukum adat berarti:
- Menggunakan konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.
- Menggunakan lembaga-lembaga hukum adat untuk dimodernisasikan sesuai kebutuhan zaman tanpa menghilangkan ciri-ciri dan sifat kepribadian Indonesia.
- Konsep-konsep hukum adat dimasukkan dalam lembaga-lembaga hukum baru. ukum asing dipergunakan untuk memperkaya dan mengembangkan hukum nasional.

3. Dalam pembinaan hukum harta kekayaan nasional, hukum adat merupakan salah satu unsur, sedangkan dalam hukum kekeluargaan dan hukum waris merupakan intinya.

Dalam lintasan sejarah, Hukum adat juga diberlakukan oleh Belanda kepada golongan masyarakat Bumiputera melalui penerapan Pasal 131 IS (Indische Staatsblaad). Di dalam Pasal 131 IS tersebut ada 3 (tiga) golongan masyarakat yang terkait dengan pemberlakuan hukum pada dirinya, yaitu;
            Pertama: Golongan Eropa, diberlakukan hukum Eropa. Kedua: Golongan Timur Asing (Tinghoa,India), diberlakukan hukum Eropa. Ketiga;   Golongan Bumiputera, diberlakukan hukum adat. Hukum adat diberlakukan oleh Belanda terhadap golongan Bumiputera dengan asumsi bahwa hukum adat adalah hukum yang sesuai dengan suasana kebatinan dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di dalam masing-masing komunitas adat yang berbeda. tetapi masih diberikan peluang kepada golongan Bumiputera untuk tunduk sukarela terhadap hukum Eropa (Belanda) terkait hal-hal keperdataan tertentu, contohnya; penggunaan wesel, cek, akte notaris untuk membuat perikatan, dan sebagainya.
Setelah Indonesia merdeka, keberadaan hukum adat menjadi lemah seiring dengan diberlakukannya asas konkordansi (concordance principle) melalui Pasal 1 Aturan Peralihan UUD Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi ”Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. Walaupun hukum adat masih diberlakukan pada hal-hal tertentu yang bersifat keperdataan, misalnya putusan MA No.187/K/Sip/1956 tanggal 10 Desember 1957 tentang lampau waktu dalam transaksi gadai tanah. Tetapi dalam ranah hukum pidana, tidak ada sama sekali prinsip-prinsip dan nilai-nilai hukum adat yang diberlakukan melalui putusan para hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar