Halaman

Rabu, 23 Oktober 2013

Malam Minggu di Serambi Mekkah


sumber : Google Image
sumber : Google Image
Oleh : Muslim El Hayman
Melaju santai dari Kost tercinta dengan mengendarai sepeda motor tua bersama seorang teman menuju arah perkotaan. Jalanan terasa begitu sesak, dari atas kendaraan muda mudi saling berpelukan layaknya suami istri. Maklum, malam ini malam minggu, malam panjang kata para kaula muda, sehingga harus benar-benar di nikmati. Pemandangan semakin kontras ditemani dinginnya malam, kami terus melaju santai ke arah simpang Surabaya dengan tujuan Taman Sari yang berada di pusat kota Banda Aceh, persisnya di depan kantor Walikota Banda Aceh dan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kota Banda Aceh.
     Sesampainya kami disana ternyata Taman Sari sesak dengan lautan manusia, mulai dari anak kecil, remaja hingga tua renta, akhirnya kami putuskan untuk menuju Stui, kira-kira 1 km dari taman sari, tepatnya di Dapur Ummi, sebuah warkop yang menyediakan Wifi, setelah beberapa saat berselancar didunia maya, akhirnya kami bergerak santai menyisir semrautnya kota Banda Aceh dimalam hari, terutama malam minggu.
     Akhirnya kami tiba di daerah yang sangat terkenal dengan Kopinya, ya, Ulee Kareng, sentralnya Warung Kopi Aceh. Entah salah alamat atau tidak, dengan pakaian kemeja yang biasa saya gunakan untuk pergi kekampus dan untungnya bawahan yang ku kenakan  Jeans pudar warisan abang ku yang nomor dua-Sebagai anak kos aku termasuk orang yang kurang serius untuk berleha-leha dengan pakaian baru, yang penting menutup aurat-itu bukan suatu masalah yang penting jeans, ketimbang teman saya dengan balutan kemeja lusuh warna hitam di badannya plus celana kain hitam mirip pengunjung pemakaman. Tapi tak soal, seperti kata ku tadi, malam minggu harus dinikmati.
      Akhirnya kami putuskan untuk mampir disalah satu Cafee, sebut saja Cafee Putroe ( Samaran-red) setelah memarkirkan kendaraan tua kami,  dengan santai kami menuju ruang belakang Cafee Putroe.  Dari kejauhan sayup-sayup musik terdengar merayu para pelanggannya agar betah disana. Setelah mengambil posisi kami pun memesan satu Botol Tebs plus kerasnya suara musik yang merayu
     Asap rokok mengepul seantero ruangan, kerasnya suara musik membuat aku harus sedikit mengencangkan suara untuk bisa berinteraksi dengan kawan yang berjarak 10 cm disebelah kanan saya. Di depan agak sedikit kekanan saya tiga orang waria duduk santai, satunya asyik menghisap sebatang Mild, satunya lagi asyik memencet tombol handphone diikuti sedikit senyum mengambang, entah apa yang sedang terjadi disana,hanya dia dan sang Pencipta yang tahu, satunya lagi asyik menikmati lantunan musik bernada Rock sambil sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya .
     “pacarku emang dekat, lima langkah dari rumah….” begitu penggalan lagu lantun seorang wanita, jika dilihat dari wajah sudah bisa diprediksi jika ia sudah berkepala tiga, namun dari postur tubuh dan gaya kostum tidak kalah dengan para gadis-gadis pada umumnya. Memang terdapat beberapa wanita yang sudah tidak muda lagi, ada yang masih berpakaian sedikit sopan, ada pula yang semrautan alias melanggar norma. Tak hanya itu saja, para gadis muda nan anggun tak luput menikmati syahdunya musik “goyang senggol”  yang sedang menggema.
      Ada hal menarik disana, suasana berbalik seratus persen. Gadis  renta disana tidak ditemani oleh pemuda renta juga tapi mereka ditemani oleh lelaki perkasa pemuda tanggung. Sebaliknya para gadis muda ditemani “pemuda renta”, aku berpikir entah memang selera mereka seperti itu atau hanya kebetulan saja, namun begitulah faktanya. Lantunan music terus bergema dengan judul lagu yang berbeda.
     Sejenak hiruk pikuk lantunan music berhenti, bukan karena tempat itu akan ditutup karena larutnya malam, tapi sang Vokalis memanggil seseorang yang disebut “Ayah”. Ternyata panggilan itu tidak salah alamat, dari tengah ruangan seorang kakek perkasa dengan balutan kemeja hitam dipadu dengan celana kain tua warna krim mirip celana Pak Geucik dikampung saya plus Topi tua dua warna ‘Hitam dan Putih’ bergegas menuju panggung utama, setelah berbisik dengan operator Keyboard musik pun bergema. Sesuai dengan umurnya, nyanyiannya pun sesuai porsi umurnya, dengan sedikit goyang-mungkin karena faktor usia- ia terus hanyut dalam lantunan syahdunya.
     Jarum jam terus bergerak, namun hiruk pikuk di Cafee Putroe belum juga ada tanda-tanda akan sunyi, malah sebaliknya, suasana semakin ramai, ini sedikit kisah dibumi Serambi Mekkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar